Sunday 20 December 2020

Jangan Lupakan AIDS di Kala Pandemi

 

(Sumber: alodokter.com)

Pandemi COVID-19 tahun 2020 menjadi momok menakutkan baru bagi masyarakat seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Terhitung dari mulai bulan Maret lalu, virus yang seakan menjadi anak baru di kalangan masyarakat ini sudah mampu menaklukan beberapa jiwa menjadi tumbang dan lainnya getir karena khawatir. Beberapa upaya pun dilakukan oleh masyarakan agar terhindar dari kejamnyaa COVID-19 yang sampai akhir tahun ini menjadi musuh bagi semua orang. Mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak adalah beberapa cara yang bisa dilakukan selama ini sebelum vaksin yang katanya akan mulai diluncurkan untuk membuat masyarakat menjadi sedikit tenang.

            Apakah hanya waspada kepada COVID-19 saja? Tentu saja tidak, beberapa penyakit yang mungkin menjadi terkubur karena ke-popularitasan COVID-19 juga harus masih kita waspadai keberadaannya. Salah satunya adalah AIDS, yang selama puluhan tahun menjadi penyakit yang ditakuti oleh seluruh masyarakat dunia karena sampai sekarang cara untuk menyembuhkannya masih belum diketahui.

            AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah infeksi yang ada pada tubuh manusia karena adanya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan virus-virus lainnya terhadap kekebalan tubuh manusia. Seseorang yang terkena virus tersebut akan rentan terhadap infeksi dan akan membuat kekebalan tubuh melemah. HIV akan menginfeksi secara perlahan, merusak sel manusia secara bertahap, dan pada pada akhirnya akan terlihat akibat dari infeksi tersebut pada kisaran waktu sekitar 6 bulan atau bahkan 10 tahun.

            Dilansir dari Tempo oleh Fitra Moerat Ramadhan, jumlah penderita AIDS di Indonesia sampai bulan April 2020 mencapai 600 ribu jiwa yang tersebar di 463 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Penderita AIDS terbanyak berada di provinsi DKI Jakarta, diikuti dengan Jawa Tengah sebagai peringkat kedua penderita AIDS terbanyak di Indonesia.



            Sehubungan dengan total populasi penderita AIDS di Indonesia, penularan AIDS harus tetap kita waspadai disamping kekhawatiran kita terhadap penularan COVID-19. Jangan sampai karena pandemi ini kita menjadi lupa dan tidak tanggap terhadap penularan AIDS yang sebenarnya hampir serupa dengan COVID-19 atau bahkan bisa dikatakan lebih ganas dan menyeramkan. Seperti yang kita tahu sejak dulu, penularan AIDS dapat dilakukan dengan perantara cairan tubuh manusia, seperti darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu. Kontaminasi tersebut didapatkan melalui transfusi darah, hubungan intim, serta hubungan antara ibu dan anak melalui ASI.

            Penularan AIDS sering dikaitkan dengan seks bebas yang menjadi perantara virus HIV yang paling banyak terjadi. Bahkan di kala pandemi pun, perilaku seks bebas masih marak dilakukan demi memenuhi hasrat batin di dalam diri manusia. Sayangnya, perilaku seks yang dilakukan tidak diiringi dengan pemahaman mengenai penularan berbagai penyakit seperti AIDS yang dapat menyerang siapa saja tanpa pandang korbannya. Penggunaan alat pengaman seks sering kali dilupakan oleh para pelaku seks bebas, padahal penggunaan pengaman ketika berhubungan seksual dapat mencegah atau mengurangi resiko penularan HIV/AIDS sampai  95%.

            Selain hubungan seksual, penularan AIDS juga dapat dilalui dengan jarum suntik yang biasanya didapatkan dari transfusi darah atau pemakaian obat-obatan. Penggunaan jarum suntik bekas ketika transfusi minim terjadi, tetapi ketika melakukan aktivitas dengan obat-obatan terlarang atau narkoba, penggunaan jarum suntik bekas sangat marak dilakukan.

            Pandemi membuat hampir semua masyarakat terpaksa berdiam diri di rumah sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. Tentu saja hal itu membuat masyarakat jenuh karena terbiasa beraktivitas di luar rumah. Oleh karena itu, beberapa kalangan memilih menggunakan narkoba seperti seperti heroin, kokain, atau obat penenang dengan harapan mendapatkan ketenangan dari isolasi yang dilakukan selama beberapa bulan ini. Kegiatan ‘pesta’ narkoba biasa dilakukan bersama orang terdekat agar tetap bisa merasakan kebersamaan dan keramaian seperti di luar rumah sebelum pandemi. Namun, tidak jarang kebersamaan yang mereka lakukan justru menimbulkan beberapa masalah selain bahaya dari narkoba itu sendiri, yaitu penggunaan jarum suntik bersama yang terkontaminasi dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain. Jarum suntik yang terkontaminasi bukan saja menyalurkan narkoba seperti heroin atau kokain, tetapi juga HIV/AIDS yang ikut masuk ke dalam tubuh korban dan akan menginfeksi sel secara bertahap.

            Isolasi mandiri yang terpaksa kita jalankan selama hampir setahun ini memang sangat meresahkan dan membuat siapa pun jenuh dan merasa pusing karena tidak dapat beraktivitas dengan maksimal. Namun, jangan sampai aktivitas-aktivitas lain yang kita lakukan demi menghilangkan rasa jenuh tersbeut justru mengundang penyakit lain yang lebih mematikan dan menyeramkan dari COVID-19, yaitu AIDS. Meskipun COVID-19 menjadi bintang yang paling bersinar tahun ini, kita pun seharusnya tidak melupakan bahwa AIDS pun akan tetap menjadi karakter yang wajib kita waspadai karena pengobatan bagi AIDS masih belum ditemukan sampai saat ini setelah puluhan tahun lamanya.

            Pencegahan AIDS perlu kita ingat selama masih bisa hidup di dunia ini, dari sekolah dahulu kita selalu diberikan upaya-upaya pencegahan HIV/AIDS yang dapat kita lakukan dengan niat dasar dalam diri sendiri. Salah satu pencegahan yang paling utama adalah dengan tidak melakukan seks bebas, pastikan selalu menggunakan pengaman ketika hendak berhubungan intim dengan orang yang tidak kita ketahui asal-usulnya. Selain itu, tidak menggunakan jarum suntik bersama atau bekas yang biasa dilakukan ketika menggunakan narkoba. Hubungan antara ibu dan anak juga perlu diperhatikan, jika seorang ibu diketahui memiliki riwayat AIDS, maka dengan sangat berat hati tidak melakukan pemberian ASI kepada bayi karena rentan tertular hal yang sama dengan sang ibu.

            AIDS memanglah penyakit yang menakutkan, tetapi satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kita pun tidak berhak untuk menjauhi dan mendiskriminasi penderita AIDS. Penularan AIDS tidak semudah yang dibayangkan, berpelukan atau bersalaman tidak serta-merta membuat HIV/AIDS menular ke tubuh yang bukan penderita. Penderita HIV/AIDS atau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) harus kita dukung agar kekebalan tubunya tidak membuat mereka kalah. Penderita AIDS maupun bukan menduduki tingkat yang sama, yaitu sama-sama waspada terhadap AIDS dan beriringan bersama melawan HIV/AIDS yang masih ada di sekitar kita sampai saat ini.

 

 

 

 

Sumber Referensi:

Herbawani, Chahya K. & Dadan Erwandi. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) oleh Ibu Rumah Tangga di Nganjuk Jawa Timur. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 89-99.

Prayuda, Muhammad R. 2015. Pencegahan dan Tatalaksana HIV/AIDS. Jurnal Agromed Unila, 2(3), 232-236.

Ramadhan, Fitra Moerat. 2020. “Jumlah Orang dengan HIV AIDS Diperkirakan Lebih dari 600 ribu” dikutip dari https://grafis.tempo.co/read/2052/jumlah-orang-dengan-hiv-aids-diperkirakan-lebih-dari-600-ribu (diakses 21 Desember 2020).

 

           

Share:

Sunday 6 December 2020

Merangkul Korban Kekerasan Berbasis Gender

 


Kekerasan Berbasis Gender atau sering disingkat sebagai KBG adalah tindakan kekerasan yang ditujukan terhadap perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksual, fisik, sosial-ekonomi, dan psikologis. KBG dapat terjadi secara langsung atau bahkan sering terjadi secara online melalui media sosial dengan menulsikan kata-kata yang kasar dan menjatuhkan korban.

            Kasus mengenai KBG selalu menunjukkan grafik kasus yang terus meningkat, hal ini disebabkan karena lemahnya hukum mengenai tuntutan yang seharusnya ditujukan kepada para pelaku KBG, selain itu beberapa lingkup masyarakat juga masih menormalisasi dan menganggap bahwa KBG adalah hal yang sepele dan tidak akan menimbulkan akibat kepada korban. Faktanya, korban KBG akan terus mengalami trauma dan ketakutan dalam dirinya selama hidupnya. Korban akan terus merasa sendiri dan tidak berharga setelah mengalami KBG, hal tersebut tentunya bukan lagi masalah yang sepele dan terpinggirkan.

            Menyangkut soal KBG, kiranya hanya bisa dilakukan dengan kampanye yang luas kepada khalayak mengenai KBG, membuat konten-konten tentang dampak KBG, dan mengajak masyarakat beserta aparat tinggi mulai saatnya mengusut kasus KBG secara bijak agar pelaku tidak seenaknya pergi dan merasa tidak ada beban yang ditanggungnya. Jika hukum mengenai KBG tidak tegas, maka akan ada ribuan kasus KBG lain yang akan terjadi. Artinya, akan semakin banyak korban yang akan terperangkap dalam kenangan buruk yang berdampak pada psikisnya.

Jika hukum Negara tidak bisa menjamin dan mengadili kasus KBG dengan sepatutnya, maka masyarakat yang harus mulai bergerak dan merangkul satu per satu korban KBG. Kegiatan kecil itu mungkin tidak bisa menghapus luka batin pada korban secara seutuhnya, tetapi diharapkan untuk korban sendiri akan merasa aman dan memiliki banyak teman yang merangkulnya berjalan kembali dengan tegak. Sudah selayakanya kita membuka mata tentang KBG yang semakin marak terjadi, membuka telinga dan mulai mendengarkan korban tanpa menghakimi, dan menjadi teman dekat yang saling menguatkan secara batin.

Dimulai dari hal kecil, jika melihat KBG secara langsung, maka segera bantu untuk melerai, pisahkan korban dari pelaku dan mulai mengamankan korban. Jika takut memperkeruh suasana, maka bisa melaporkan kepada lembaga hukum yang dapat mengatasi masalah seperti ini. Jika kalian adalah korban KBG, maka segera mencari tempat yang aman, menjadi berani, dan berceritalah kepada orang yang terpercaya. Ingat, kalian tidak sendiri, kami akan siap untuk merangkul dan jalan beriringan bersama melawan kekerasan.  

Perlu perlawanan tidak langsung juga untuk mulai membuka mata masyarakat luas tentang KBG, menyebarkan tulisan atau foto yang membuat masyarakat sadar bahwa KBG sudah seharusnya menghilang dan mulai hidup berdamai tanpa adanya perbedaan yang didasari oleh gender. Dukungan yang kuat juga akan ditujukan kepada para korban dengan memberikan semangat dan menyadarkan bahwa masih ada yang peduli dengan keadaan mereka, bahwa mereka tidak sendiri, ada ratusan jiwa lainnya yang akan menjadi pagar pembelaan bagi mereka.


#CerdasBerkarakter #BlogBerkarakter #AksiNyataKita #LawanKekerasanBerbasisGender #BantuKorbanKekerasan

Share: