(Sumber: alodokter.com)
Pandemi
COVID-19 tahun 2020 menjadi momok menakutkan baru bagi masyarakat seluruh
dunia, khususnya di Indonesia. Terhitung dari mulai bulan Maret lalu, virus
yang seakan menjadi anak baru di kalangan masyarakat ini sudah mampu menaklukan
beberapa jiwa menjadi tumbang dan lainnya getir karena khawatir. Beberapa upaya
pun dilakukan oleh masyarakan agar terhindar dari kejamnyaa COVID-19 yang
sampai akhir tahun ini menjadi musuh bagi semua orang. Mencuci tangan, memakai
masker, dan menjaga jarak adalah beberapa cara yang bisa dilakukan selama ini
sebelum vaksin yang katanya akan
mulai diluncurkan untuk membuat masyarakat menjadi sedikit tenang.
Apakah
hanya waspada kepada COVID-19 saja? Tentu saja tidak, beberapa penyakit
yang mungkin menjadi terkubur karena ke-popularitasan COVID-19 juga harus masih
kita waspadai keberadaannya. Salah satunya adalah AIDS, yang selama puluhan
tahun menjadi penyakit yang ditakuti oleh seluruh masyarakat dunia karena
sampai sekarang cara untuk menyembuhkannya masih belum diketahui.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah infeksi yang ada pada
tubuh manusia karena adanya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) dan virus-virus lainnya terhadap kekebalan tubuh
manusia. Seseorang yang terkena virus tersebut akan rentan terhadap infeksi dan
akan membuat kekebalan tubuh melemah. HIV akan menginfeksi secara perlahan,
merusak sel manusia secara bertahap, dan pada pada akhirnya akan terlihat
akibat dari infeksi tersebut pada kisaran waktu sekitar 6 bulan atau bahkan 10
tahun.
Dilansir dari Tempo oleh Fitra
Moerat Ramadhan, jumlah penderita AIDS di Indonesia sampai bulan April 2020
mencapai 600 ribu jiwa yang tersebar di 463 kabupaten dan kota di seluruh
Indonesia. Penderita AIDS terbanyak berada di provinsi DKI Jakarta, diikuti dengan
Jawa Tengah sebagai peringkat kedua penderita AIDS terbanyak di Indonesia.
Sehubungan dengan total populasi
penderita AIDS di Indonesia, penularan AIDS harus tetap kita waspadai disamping
kekhawatiran kita terhadap penularan COVID-19. Jangan sampai karena pandemi ini
kita menjadi lupa dan tidak tanggap terhadap penularan AIDS yang sebenarnya
hampir serupa dengan COVID-19 atau bahkan bisa dikatakan lebih ganas dan
menyeramkan. Seperti yang kita tahu sejak dulu, penularan AIDS dapat dilakukan
dengan perantara cairan tubuh manusia, seperti darah, air mani, cairan vagina,
dan air susu ibu. Kontaminasi tersebut didapatkan melalui transfusi darah,
hubungan intim, serta hubungan antara ibu dan anak melalui ASI.
Penularan AIDS sering dikaitkan
dengan seks bebas yang menjadi perantara virus HIV yang paling banyak terjadi.
Bahkan di kala pandemi pun, perilaku seks bebas masih marak dilakukan demi
memenuhi hasrat batin di dalam diri manusia. Sayangnya, perilaku seks yang dilakukan
tidak diiringi dengan pemahaman mengenai penularan berbagai penyakit seperti
AIDS yang dapat menyerang siapa saja tanpa pandang korbannya. Penggunaan alat
pengaman seks sering kali dilupakan oleh para pelaku seks bebas, padahal
penggunaan pengaman ketika berhubungan seksual dapat mencegah atau mengurangi
resiko penularan HIV/AIDS sampai 95%.
Selain hubungan seksual, penularan
AIDS juga dapat dilalui dengan jarum suntik yang biasanya didapatkan dari transfusi
darah atau pemakaian obat-obatan. Penggunaan jarum suntik bekas ketika transfusi
minim terjadi, tetapi ketika melakukan aktivitas dengan obat-obatan terlarang
atau narkoba, penggunaan jarum suntik bekas sangat marak dilakukan.
Pandemi membuat hampir semua
masyarakat terpaksa berdiam diri di rumah sampai waktu yang tidak dapat
ditentukan. Tentu saja hal itu membuat masyarakat jenuh karena terbiasa
beraktivitas di luar rumah. Oleh karena itu, beberapa kalangan memilih
menggunakan narkoba seperti seperti heroin, kokain, atau obat penenang dengan
harapan mendapatkan ketenangan dari isolasi yang dilakukan selama beberapa
bulan ini. Kegiatan ‘pesta’ narkoba biasa dilakukan bersama orang terdekat agar
tetap bisa merasakan kebersamaan dan keramaian seperti di luar rumah sebelum pandemi.
Namun, tidak jarang kebersamaan yang mereka lakukan justru menimbulkan beberapa
masalah selain bahaya dari narkoba itu sendiri, yaitu penggunaan jarum suntik
bersama yang terkontaminasi dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain. Jarum
suntik yang terkontaminasi bukan saja menyalurkan narkoba seperti heroin atau
kokain, tetapi juga HIV/AIDS yang ikut masuk ke dalam tubuh korban dan akan
menginfeksi sel secara bertahap.
Isolasi mandiri yang terpaksa kita
jalankan selama hampir setahun ini memang sangat meresahkan dan membuat siapa
pun jenuh dan merasa pusing karena tidak dapat beraktivitas dengan maksimal. Namun,
jangan sampai aktivitas-aktivitas lain yang kita lakukan demi menghilangkan rasa
jenuh tersbeut justru mengundang penyakit lain yang lebih mematikan dan menyeramkan
dari COVID-19, yaitu AIDS. Meskipun COVID-19 menjadi bintang yang paling
bersinar tahun ini, kita pun seharusnya tidak melupakan bahwa AIDS pun akan
tetap menjadi karakter yang wajib kita waspadai karena pengobatan bagi AIDS
masih belum ditemukan sampai saat ini setelah puluhan tahun lamanya.
Pencegahan AIDS perlu kita ingat
selama masih bisa hidup di dunia ini, dari sekolah dahulu kita selalu diberikan
upaya-upaya pencegahan HIV/AIDS yang dapat kita lakukan dengan niat dasar dalam
diri sendiri. Salah satu pencegahan yang paling utama adalah dengan tidak
melakukan seks bebas, pastikan selalu menggunakan pengaman ketika hendak
berhubungan intim dengan orang yang tidak kita ketahui asal-usulnya. Selain
itu, tidak menggunakan jarum suntik bersama atau bekas yang biasa dilakukan
ketika menggunakan narkoba. Hubungan antara ibu dan anak juga perlu diperhatikan,
jika seorang ibu diketahui memiliki riwayat AIDS, maka dengan sangat berat hati
tidak melakukan pemberian ASI kepada bayi karena rentan tertular hal yang sama
dengan sang ibu.
AIDS memanglah penyakit yang
menakutkan, tetapi satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kita pun tidak
berhak untuk menjauhi dan mendiskriminasi penderita AIDS. Penularan AIDS tidak
semudah yang dibayangkan, berpelukan atau bersalaman tidak serta-merta membuat HIV/AIDS
menular ke tubuh yang bukan penderita. Penderita HIV/AIDS atau ODHA (Orang dengan
HIV/AIDS) harus kita dukung agar kekebalan tubunya tidak membuat mereka kalah.
Penderita AIDS maupun bukan menduduki tingkat yang sama, yaitu sama-sama
waspada terhadap AIDS dan beriringan bersama melawan HIV/AIDS yang masih ada di
sekitar kita sampai saat ini.
Sumber Referensi:
Herbawani, Chahya K. & Dadan
Erwandi. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan Penularan
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
oleh Ibu Rumah Tangga di Nganjuk Jawa Timur. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 89-99.
Prayuda, Muhammad R. 2015. Pencegahan
dan Tatalaksana HIV/AIDS. Jurnal Agromed
Unila, 2(3), 232-236.
Ramadhan, Fitra Moerat. 2020. “Jumlah
Orang dengan HIV AIDS Diperkirakan Lebih dari 600 ribu” dikutip dari https://grafis.tempo.co/read/2052/jumlah-orang-dengan-hiv-aids-diperkirakan-lebih-dari-600-ribu
(diakses 21 Desember 2020).